belajar bikincerita
judul : proses menuju bahagia
penulis : secreate admirer
Tak selamanya orang tua benar !
Nama Lucky wahyu pranata seorang lulusan
Sekolah Menengah Kejuruan(SMK) lulusan 16 mei 2011 yang masih
pengangguran.
Uda hampir setahun lulus dari smk namun masih juga belom dapet
kerjaan.
Orang tua pengen aku jadi Polisi namun aku ingin kuliah sastra
berharap bisa jadi penulis sukses. Orang tua bilang menjadi seorang penulis tak
mempunyai masa depan yang bagus.
Pemaksaan dan perenggutan hak seorang anak untuk memilih dan
menentukan masa depan perlahan di ambil alih oleh orang tua.
Adu argument setiap hari terjadi tanpa harus tau kapan wasit
akan meniup peluit tanda berakhir.
Serba disalahkan efek yang muncul,banyak yang bilang orang tua
menyuruh anaknya demi kebaikan, ada yang bilang juga kalo anak boleh menentukan
masa depannya sendiri. Banyak saran yang melintas di fikiran, bukan memberi
titik terang malah membuat kepala menjadi pusing
Akhirnya saran yang lumayan masuk akal berhenti difikiran “uda
turutin aja dulu,lumayan kan log beneran jadi polisi masa depan juga uda jelas,
klo gagal ndak ngerugiin juga kan,yang penting uda nurutin apa kata orang tua,
habis tu terserah lu mw ngapaen org tua pasti uda nyerain semuanya pada lu
sendiri”
Saran yang akhirnya jadi keputusan final, segala macam
persaratan awal untuk mengikuti tes kepolisian yang sudah mulai terlengkapi
sampai saatnya 21 januari 2012 tahap seleksi awal dilansanakan.
Antrian panjang membosankan menguji kesabaran, nama Lucky wahyu pranata
keluar untuk mengikuti tes awal,semula lancar pada tahap-tahap tes sampai tes tinggi badan muncul membuat
semua jadi berantakan, tinggi badan minimal 163cm yang membuat gagal karena aku
hanya bertinggi badan 162,5cm hanya kurang setengah cm mimpi orang tuaku
menjadi hilang bagai pasir pantai yang tertiup angin.
Aku tidak begitu bersedih atas kegagalanku ini karena kini harapan
bagiku muncul untuk mencapai cita-cita sesuai keinginanku.
Saran
yang tak sesuai harapan
Sekarang aku mulai melihat-lihat kampus mana yang akan aku
masuki, berbagai kampus yang ada jurusan sastra sudah tercatat dalam daftar.
Universitas Negeri Malang, Universitas Kanjuruan Malang,
sampai Universitas Jogja pun tak luput aku masukkan kedalam daftar. Pendaftaran
Universitas sudah mulai dibuka, aku memberitahu niatku kepada Bapak, Namun
jawaban yang terduga masuk menendang gendang telingaku “buat apa sih kuliah,
ntar juga habis kuliah jari kerja lagi. Mending cari kerja sana buat pengalaman
sambil nunggu pendaftaran polisi selanjutnya”. Jawaban yang tak pernah dan tak
pernah terfikirkan terdengar ditelinga.
Kaget, bingung dan tak tau harus berkata apa lagi. Rasa kecewa, sedih, marah
semua bercampur jadi satu. Tanpa berkata-kata lagi aku langsung pergi
meninggalkan Bapak, Tak terasa air mataku mengalir melalui pipi, perasaan
sangat emosional mendorong air mataku untuk keluar. Hari-hari yang kulalui
setelah peristiwa itu tanpa ada rasa semangat, aku merasa tak punya kekuatan
dalam hidup.
Berhari-hari aku hanya berdiam dan meratapi nasib yang aku
terima saat ini. Saran yang dulu kuterima dan kujalani ternyata sangat berbeda
dengan kenyataan yang terjadi. Aku menyalahkan diriku sendiri, mengapa aku dulu
tidak bersikukuh untuk memperjuangkan hak ku. Kenapa aku harus menjalani
sesuatu yang tak pernah aku ingini. Betapa bodohnya aku saat itu. Sekarang aku
merasa sendiri melangkah didalam dunia fanaa, berjalan tanpa ada kawan,
melangkah tanpa mempercayai seorangpun. Keadaanku semakin tak menentu, fisik
tubuhku terlihat semakin kurus, penampilan yang takpernah aku pedulikan lagi.
Melihat keadaanku yang semakin hari semakin menggenaskan akhirnya ibu datang
datang dan memberiku sebuah cahaya petunjuk. “sudalah nak jangan begini terus,
jangan kau fikirkan apa ucap bapakmu, bapakmu memang begitu tak mau
mendengarkan apa kemauan anaknya. Sekarang kalau kamu ingin kuliah kerjalah
carilah pekerjaan agar kau bisa kuliah, ibu selalu mendukungmu, ibu juga akan
sedikit banyak membantumu”. Mendengar perkataan itu aku merasa hatiku dicambuk,
tersayat, ternyata aku tidak sedang melangkah dalam kegersangan padang pasir
aku hanya tersandung kerikil kecil saat aku berjalan menuju impian.